History of FMPL

FMPL Gili Trawangan lahir dari keresahan masyarakat lokal terhadap meningkatnya volume sampah seiring berkembangnya industri pariwisata di pulau kecil tersebut. Sebagai destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, Gili Trawangan menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah, terutama karena keterbatasan lahan dan infrastruktur.
Pada awalnya, beberapa warga dan pelaku usaha yang peduli lingkungan mulai melakukan aksi bersih pantai secara swadaya. Dari kegiatan sederhana inilah lahir semangat kolektif untuk membentuk komunitas yang fokus menangani persoalan sampah secara berkelanjutan.
Sebelum Tahun 2000an, lahan yang saat ini digunakan untuk area landfill dan juga TPST digunakan oleh warga untuk menumpuk sampah-sampah dan membakarnya. Praktik pengelolaan sampah konvensional sangat melekat pada era itu, dikarenakan belum dikenalnya metode-metode pengelolaan sampah yang baik dan tidak mencemari lingkungan. Seiring berjalannya waktu, Gili Trawangan semakin dikenal oleh wisatawan domestic maupun mancanegara. Penginapan-Penginapan dan hotel mulai bermunculan, hal tersebut juga memicu peningkatan volume sampah, sehingga muncullah inisiatif beberapa masyarakat lokal dan pengusaha (H. Malik). H. Malik sebagai inisiator kala itu membentuk Kelompok Peduli Lingkungan (KMPL) yang mengelola sampah kurang lebih tahun 2009. Tujuan didirikannya KMPL tersebut adalah untuk mengelola sampah dan juga menjaga kebersihan Gili Trawangan untuk mengurangi kesan buruk para pengunjung akan lingkungan yang kurang terjaga. KMPL semakin berkembang dan melakukan penarikan iuran kepada masyarakat lokal maupun pengusaha-pengusaha untuk jasa pengangkutan sampah dari sumbernya menuju lokasi landfill. Kegiatan penarikan iuran tersebut didasarkan pada asas gotong royong dan kebersamaan demi menjaga kebersihan lingkungan
Namun, kegiatan penarikan iuran justru diketahui dan dinilai “kurang tepat” oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara karena tidak memiliki payung hukum. Dikarenakan kebutuhan akan pengelolaan sampah yang mendesak di Gili Trawangan, Pemerintah KLU mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan ini menjadi dasar penarikan retribusi dan kemudian memberi mandat kepada KMPL untuk melakukan pengelolaan sampah khususnya dalam pelayanan jasa pengangkutan. Berdasarkan aturan tersebut, KMPL merubah nama menjadi Front Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ditunjuk sebagai pihak ketiga dan secara legal dapat dipertanggung jawabkan dalam penarikan retribusi jasa pengangkutan sampah di Gili Trawangan.
Ketika akan dimulai pelayanan pengangkutan yang lebih professional, pada tahun 2018 Kabupaten KLU termasuk Gili Trawangan terdampak oleh peristiwa Gempa Bumi di Pulau Lombok. Akibatnya, sampah-sampah tidak terkelola dalam masa bencana gempa bumi tersebut. Berdasarkan urgensi pengelolaan sampah dan permintaan dari para pengusaha di Gili Trawangan untuk segera menangani sampah kembali. Akhirnya pengangkutan berlanjut sampai pada akhirnya diterpa oleh Pandemi Covid-19 pada Tahun 2020-2022. Saat itu kondisi Gili Trawangan sepi pengunjung, sehingga juga berdampak pada penurunan volume sampah. Kesulitan FMPL dalam mencari pekerja saat pandemi Covid-19 menyebabkan pengurus FMPL waktu itu sempat fakum dan mulai aktif kembali pada tahun 2022 setelah pandemi Covid-19 sudah mereda dan jumlah kunjungan wisata perlahan meningkat walaupun tidak sama dengan jumlah kunjungan wisata sebelum kejadian bencana gempa bumi pada tahun 2018. Aktifnya kembali FMPL dibarengi dengan adanya SK Kepala Dinas Lingkungan Hidup No 188.4/04/DLH/01/2024 tentang Perpanjangan Izin Operasional Pengelolaan Sampah oleh KSM FMPL sekaligus diberikan mandat untuk bekerjasama dalam pengelolaan TPST (yang awalnya hanya dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok Utara).
Saat ini, mulai awal tahun 2025, FMPL tidak hanya sebagai jasa pengangkutan sampah dan juga pemilahan saja, melainkan turut terlibat dalam operasional TPST mulai dari pemilahan sampah (sampah organik dan an-organik) serta proses daur ulang menjadikan sampah organik menjadi kompos dan pecahan botol kaca menjadi batako. Sampah-sampah an-organik seperti botol plastik, kardus, PET, kaleng dan lain-lain yang memiliki nilai jual dilakukan packing setiap harinya untuk kemudian dijual kepada pengepul setiap satu bulan sekali. Hasil dari penjualan sampah an-organik tersebut digunakan untuk operasional FMPL seperti gaji pegawai, pemeliharaan alat, pembelian kebutuhan operasional kantor FMPL dan lain sebagainya.
Manajemen pengelolaan sampah oleh FMPL terus mengalami perkembangan. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti baik domestik maupun mancanegara menghasilkan diskusi dan masukan-masukan yang dapat mengembangkan proses pengelolaan sampah dan juga penerapan berbagai inovasi. Konsep bank sampah-pun pernah diinisiasi oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTB, namun belum ada kelanjutan. Terkadang Masyarakat luas mendengar istilah bank sampah pada manajemen FMPL, namun pada prakteknya masih mengalami banyak kendala. FMPL juga berkolaborasi dengan NGO Bernama Gili Eco Trust yang bergerak dibidang restorasi terumbu karang, namun sering juga memberikan masukan dan terlibat langsung dalam pengembangan inovasi pengelolaan sampah di Pulau Kecil. Kegiatan kolaborasi FMPL dengan NGO, wisatawan, pengusaha dan masyarakat lokal yang masih aktif dilakukan Adalah Clean Up Beach yang diadakan setiap hari jumat sore. Wisatawan khususnya mancanegara sangat tertarik akan kegiatan tersebut. Pengusaha pun memberikan support berupa minuman kepada para volunteer. Gili Eco Trust bertugas dalam sosialisasi pengenalan berbagai macam jenis sampah serta dampak-dampaknya terhadap keberlanjutan lingkungan termasuk untuk flora fauna di laut. FMPL membantu menyediakan armada pengangkutan. Kegiatan ini berkembang dengan adanya inisiasi untuk membentuk kegiatan bersih-bersih kampung dengan dikoordinir masing-masing RW setiap hari minggu.
Harapan kedepannya, FMPL dapat mengadopsi pendekatan partisipatif, melibatkan warga, pelaku usaha, relawan lokal, dan wisatawan dalam setiap programnya. Seiring berjalannya waktu, FMPL dipercaya sebagai pengelola utama sistem pemilahan dan pengangkutan sampah di Gili Trawangan. Dengan dukungan masyarakat dan kolaborasi dengan pemerintah desa serta mitra lingkungan, FMPL: Menyusun sistem pengangkutan sampah berbasis zona; Membangun titik-titik pengumpulan terpilah; Melakukan pelatihan bagi warga dan pelaku usaha tentang daur ulang dan komposting.
Kini FMPL menjadi garda depan dalam menjaga kebersihan Gili Trawangan. Komunitas ini telah menjadi contoh bagi desa wisata lain dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Ke depan, FMPL berharap dapat meningkatkan fasilitas pengolahan sampah lokal, memperluas jaringan relawan dan mitra, menjadi pionir dalam model ekonomi sirkular di wilayah pesisir.